Di lereng gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terdapatlah pura Parahyangan Agung Jagatkharta. Pura seluas 30 ribu meter atau sekira tiga hektar itu, merupakan tempat peribadatan umat Hindu terbesar di Jawa Barat.
Pemandangannya masih sangat alami, jauh dari keramaian. Suasananya hening, membuat kita bersatu dengan alam. Desir angin dipagi hari dan cahaya matahari dari balik lereng gunung Salak menjadi bukti kebesaran sang Widhi Tattwa. Dari sini, kita bisa melihat indahnya Kabupaten Bogor dari ketinggian.
Untuk mencapai pura yang sangat indah ini, dibutuhkan kesabaran dan usaha yang cukup keras. Kita harus melewati jalan rusak bebatuan selebar 4 meter dengan panjang 1.6 kilometer dari Kampung Loa. Ini merupakan akses jalan satu-satunya menuju tempat suci itu. Jika hujan, jalan akan menjadi sangat licin dan sulit dilewati.
Sebelumnya, tahun 1995, akses utama pura Parahyangan Agung Jagatkharta sempat di aspal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Namun, aspal itu hanya bertahan sampai 6 bulan.
Jero Mangku Nengah Widiana mengatakan pihaknya sudah mengusulkan perbaikan kembali akses utama pura kepada Pemkab Bogor dan Pemprov Jawa Barat. Tetapi hingga kini belum ada tindakan nyata perbaikan jalan. "Kita maunya jalan ini dicor, bukan diaspal. Karena air hujan cukup deras," ujarnya saat berbincang dengan Okezone.
Selain mengajukan perbaikan jalan, Nengah Widiana juga mengusulkan bantuan dana pembangunan pura. Namun, tidak pernah ada tanggapan. Dijelaskan, sejak pertama dibangun hingga kini, Yayasan Giri Taman Sari dan umat Hindu di Indonesia sudah menghabiskan uang Rp 150 miliar untuk membangun pura.
"Kita masih butuh banyak biaya untuk membangun pura. Sebab, pembangunan pura saat ini baru mencapai 30 persen saja. Masih banyak yang harus kita bangun," terangnya.
Dijelaskan, pagar batu yang mengelili pura masih banyak yang belum dibangun. Padahal, pagar itu merupakan suatu hal yang sangat vital. Karena tanah pura yang berada pada kemiringan dan ketinggian sangat rawan terhadap longsor. "Kita tidak bisa mengharapkan bantuan pemerintah daerah maupun pusat untuk pembangunan pura," jelasnya tampak putus asa.
Untuk melaksanakan pembangunan pura seterusnya, Nengah Widiana mengaku hanya mengandalkan iuran umat Hindu di Indonesia. Dikatakan, setiap umat akan dikenakan iuran minimal Rp 100 ribu perorang untuk semua golongan. Baik miskin maupun kaya. Namun, untuk umat yang kaya, banyak yang menyumbang bahan material.
Hingga kini, pura Parahyangan Agung Jagatkharta baru memiliki 19 tempat ibadah dan batas tempat suci. "Untuk pembangunan batas tempat suci sudah beres. Yang belum gapura pintu masuk, tembok pembatas, wantilan balegong (jaba tengah), jabo sisi dan lainnya. Masih banyak yang belum dibangun Mas," tandasnya.
Keberadaan pura Parahyangan Agung Jagatkharta sangat penting bagi kegiatan spiritual umat Hindu. Karena selain tempat ibadah, kawasan suci ini juga diyakini umat Hindu sebagai simbol kebesaran kerajaan Padjadjaran. Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan.
Pemandangannya masih sangat alami, jauh dari keramaian. Suasananya hening, membuat kita bersatu dengan alam. Desir angin dipagi hari dan cahaya matahari dari balik lereng gunung Salak menjadi bukti kebesaran sang Widhi Tattwa. Dari sini, kita bisa melihat indahnya Kabupaten Bogor dari ketinggian.
Untuk mencapai pura yang sangat indah ini, dibutuhkan kesabaran dan usaha yang cukup keras. Kita harus melewati jalan rusak bebatuan selebar 4 meter dengan panjang 1.6 kilometer dari Kampung Loa. Ini merupakan akses jalan satu-satunya menuju tempat suci itu. Jika hujan, jalan akan menjadi sangat licin dan sulit dilewati.
Sebelumnya, tahun 1995, akses utama pura Parahyangan Agung Jagatkharta sempat di aspal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Namun, aspal itu hanya bertahan sampai 6 bulan.
Jero Mangku Nengah Widiana mengatakan pihaknya sudah mengusulkan perbaikan kembali akses utama pura kepada Pemkab Bogor dan Pemprov Jawa Barat. Tetapi hingga kini belum ada tindakan nyata perbaikan jalan. "Kita maunya jalan ini dicor, bukan diaspal. Karena air hujan cukup deras," ujarnya saat berbincang dengan Okezone.
Selain mengajukan perbaikan jalan, Nengah Widiana juga mengusulkan bantuan dana pembangunan pura. Namun, tidak pernah ada tanggapan. Dijelaskan, sejak pertama dibangun hingga kini, Yayasan Giri Taman Sari dan umat Hindu di Indonesia sudah menghabiskan uang Rp 150 miliar untuk membangun pura.
"Kita masih butuh banyak biaya untuk membangun pura. Sebab, pembangunan pura saat ini baru mencapai 30 persen saja. Masih banyak yang harus kita bangun," terangnya.
Dijelaskan, pagar batu yang mengelili pura masih banyak yang belum dibangun. Padahal, pagar itu merupakan suatu hal yang sangat vital. Karena tanah pura yang berada pada kemiringan dan ketinggian sangat rawan terhadap longsor. "Kita tidak bisa mengharapkan bantuan pemerintah daerah maupun pusat untuk pembangunan pura," jelasnya tampak putus asa.
Untuk melaksanakan pembangunan pura seterusnya, Nengah Widiana mengaku hanya mengandalkan iuran umat Hindu di Indonesia. Dikatakan, setiap umat akan dikenakan iuran minimal Rp 100 ribu perorang untuk semua golongan. Baik miskin maupun kaya. Namun, untuk umat yang kaya, banyak yang menyumbang bahan material.
Hingga kini, pura Parahyangan Agung Jagatkharta baru memiliki 19 tempat ibadah dan batas tempat suci. "Untuk pembangunan batas tempat suci sudah beres. Yang belum gapura pintu masuk, tembok pembatas, wantilan balegong (jaba tengah), jabo sisi dan lainnya. Masih banyak yang belum dibangun Mas," tandasnya.
Keberadaan pura Parahyangan Agung Jagatkharta sangat penting bagi kegiatan spiritual umat Hindu. Karena selain tempat ibadah, kawasan suci ini juga diyakini umat Hindu sebagai simbol kebesaran kerajaan Padjadjaran. Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan.
Sumber : http://travel.okezone.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar